Dharmasraya – Pelaksanaan proyek pengendalian banjir Sungai Batang Timpeh, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat kembali menjadi sorotan. Gaya baru konstruksi penahan tebing sungai dengan penggunaan beton siklop ‘ala kadarnya’dinilai janggal dan patut dipertanyakan kualitasnya.
Dilansir dari Pantauan tim media Investigasi.news di lokasi proyek pada Rabu, 4 Juni 2025, menunjukkan bahwa pembangunan yang dilaksanakan oleh PT. Basuki Rahmanta Putra tersebut menggunakan batu belah berukuran besar, bahkan ada yang seukuran angkong, disusun menggunakan mal kayu seadanya, lalu disiram adukan beton dari atas—praktik yang dianggap menyimpang dari kaidah teknis beton siklop standar.
Tidak hanya itu, beton cor yang digunakan berasal dari batching plong yang tidak jelas asal dukungan dan kerjasama teknisnya, termasuk tanpa kepastian apakah telah memenuhi Job Mix Formula (JMF) untuk menjamin mutu dan kualitas konstruksi sesuai spesifikasi.
Proyek ini memiliki nilai kontrak sebesar Rp52.173.425.430, bersumber dari dana SBSN Tahun Anggaran 2025. Kontrak ditandatangani pada 14 April 2025 dengan masa pelaksanaan 260 hari kalender. Pelaksana kegiatan adalah PT. Basuki Rahmanta Putra, sementara pengawasan dikerjakan oleh PT. Saran Bhuana Jaya KSO PT. Indra Karya (Persero) KSO PT. Geo Dinamix Konsultan.
Kegiatan berada di bawah naungan Kementerian PUPR, Ditjen Sumber Daya Air, Balai Wilayah Sungai Sumatera V Padang, melalui SNVT Pelaksana Jaringan Sumber Air Batanghari Sumatera Barat.
Namun, dalam implementasinya, sejumlah kejanggalan terdeteksi. Bukan hanya metode pengecoran beton yang dipertanyakan, namun juga kehadiran pihak pengawas proyek yang dinilai minim.
Ketika dihubungi via WhatsApp, Suhetman, yang mengaku sebagai pengawas, justru menjawab singkat dan cenderung menghindar:
“Itu beton siklop, bukan pasangan. Kalau ingin konfirmasi lebih lanjut, silakan ke kepala balai saja,” ujarnya dengan nada datar.
Sementara Kepala Balai BWS V Sumbar, Naryo Widodo, saat dikonfirmasi via pesan WhatsApp hanya menjawab singkat:
“Sudah saya sampaikan ke satker.”
Tanggapan lebih tajam disampaikan oleh Edwar Bendang, Koordinator dari LSM Ampera RI Wilayah Sumatera Barat, yang turut menyoroti metode pelaksanaan pengecoran beton siklop proyek ini.
“Saya heran dengan metode pengecorannya. Beton siklop memang harus dicampur menggunakan molen, dengan batu berukuran 15–20 cm yang dibungkus adukan secara merata. Bukan disusun seperti batu hias, lalu disiram adukan dari atas seperti menyiram kuah ke ketupat sate,” ujarnya dengan nada prihatin.
Ia juga menegaskan bahwa metode seperti itu akan menciptakan rongga pada struktur beton, yang otomatis menurunkan daya tahan dan ketahanan bangunan terhadap beban dan tekanan air.
“Kualitas beton seperti ini sangat rawan. Kita sudah pernah lihat, misalnya pada pekerjaan di bawah Jembatan SP7 Pinang Makmur—belum lama selesai, tapi sudah roboh. Alasan klasiknya: bencana alam. Padahal, masalahnya ada pada mutu pekerjaan yang asal-asalan,” tegas Edwar.
Edwar pun mengimbau masyarakat Dharmasraya untuk ikut mengawasi proyek bernilai besar ini, agar tidak menjadi proyek “gagal fungsi” di kemudian hari.
“Ini proyek bernilai puluhan miliar dari dana negara. Rakyat wajib tahu kualitasnya. Gunakan kualitas beton sesuai standar K yang ditentukan. Materialnya juga harus layak dan sesuai JMF. Jangan sampai ada permainan dalam mutu bahan demi keuntungan sepihak,” tandasnya.
Media ini akan terus memantau perkembangan proyek ini hingga akhir.
Bersambung….
Ardhi Piliang