Solok Selatan, ScMNews.id – Semenjak adanya Penambang Tanpa Izin (PETI) di daerah Kecamatan KPGD Kabupaten Solok Selatan, telah membuka lapangan kerja buat masyarakat setempat. Sulitnya ekonomi sekarang ini banyak masyarakat beralih ke Tambang Emas ilegal,
Mahalnya pupuk dan mahalnya fungisida juga insektisida untuk tanaman salah satu alasan masyarakat melakukan aktivitas tambang emas ilegal di ladang mereka.
Semenjak adanya aktivitas tambang emas tersebut taraf hidup masyarakat setempat berubah, ekonomi mereka agak lebih baik dari pada sebelumnya.
Ada baiknya dan adapula mudaratnya aktivitas tambang emas tersebut, namun disisi lain telah membuat kerusakan alam untuk masa panjang, Disamping kerusakan alam, lingkungan sekitar sudah pasti kena dampaknya. Seperti aliran sungai sudah tidak bisa di manfaatkan oleh masyarakat setempat, yang biasa mereka gunakan untuk mencuci pakaian, mandipun biasanya masyarakat setempat di setiap sungai – sungai yang airnya langsung turun dari perbukitan. Sebelum adanya aktivitas tambang emas ilegal ” semua sungai yang dari gunung sangat jernih, sekarang semua sungai sungai tersebut keruh sudah tidak bisa di gunakan lagi, karena sungai tersebut sudah tercemar / keruh dengan lumpur dan zat kimia akibat kegiatan para penambang tersebut.”
Rata rata aliran sungai tersebut masuk ke sawah dan kolam masyarakat, artinya tumbuhan seperti Padi sudah pasti tercemar oleh limbah beracun yang di buang para penambang.
Pada sisi lain aktivitas tambang emas ilegal di Nagari Balun, Sungai Puah Kecamatan sekitarnya telah menabur racun yang sangat berbahaya. Karena para penambang menggunakan zat kimia untuk mengambil emas setelah melalui proses rendam dan grondong.
Zat kimia (mercury) untuk pengolahan emas sangat mudah didapatkan di wilayah tambang tersebut. Karena tidak adanya pengawasan atau penertiban dari aparat yang berwenang. Maka Penjualan obat-obatan beracun (mercury) di daerah Nagari Balun kecamatan KPGD menjamur. Rata-rata toko yang menjual zat kimia tersebut tidak memiliki izin perdagangan ” seperti yang diatur dalam undang undang. Pengurangan dan penghapusan Mercury maka pemerintah menerbitkan UU Nomor 11 tahun 2017 tentang pengesahan Minimarta Confention on Mercury, dan peraturan Presiden Nomor 21 tahun 2019 tentang rencana aksi Nasional Pengurangan dan penghapusan Mercury.(“Perpres 21/2019″)
Terbukanya lapangan pekerjaan atas inisiatif masyarakat setempat. Membuka pula dugaan pungli- pungli yang dilakukan oknum POLISI dan oknum TNI,
Pungli yang dilakukan para oknum tertentu kadang membuat masyarakat penambang mengeluh.
Tidak tanggung-tanggung” disinyalir untuk oknum Polisi saja para penambang harus setor untuk 4 pintu” mulai dari tingkat Polsek, Polres, Brimob dan Polda. Begitu juga dengan oknum TNI mereka penambang harus setor ke oknum TNI.
Pungli yang dilakukan para oknum tersebut tidak mungkin tidak diketahui oleh pimpinan mereka masing masing.
Pungli tersebut namanya uang kordinasi “setiap bulan ada yang jemput. Untuk di lapangan dibentuk pemungut yang tugasnya mengumpulkan langsung dari penambang. Nanti pada tanggal yang telah disepakati, pintu pintu tersebut tinggal menjemput.
Walaupun penambang sudah membayar uang kordinasi, tidak ada jaminan keamanan untuk para penambang emas ilegal tersebut. Bagi penambang yang tidak mau bayar kordinasi, mereka dijadikan target penangkapan. Sementara penambang yang lancar bayar kordinasi sementara mereka aman.
Mirisnya uang koordinasi para penambang membuat grup Wa, pungutan uang koordinasi ada pengurusnya yang mengumpulkan siapa siapa yang sudah bayar dan belum bayar bisa di ketahui didalam Grup wa tersebut. Setelah terkumpul oknum yang di tunjuk untuk mengumpulkan, “nantinya setor ke Pos-Pos tertentu ” pengakuan para penambang biasa menyetor uang koordinasi kepada Indra yang biasa di panggil in tangka. Namun sekarang informasinya yang tukang kumpul sudah di alihkan ke inapau nama panggilan akrabnya.
Uang koordinasi yang terkumpul ketua yang di tunjuk menyetorkan ke oknum Polres Solok Selatan, oknum Polda dan oknum TNI. penyetoran diserahkan setiap bulan. Pembagian nya memakai istilah ribuan. Untuk Polres empat ribu artinya empat juta. Untuk Polsek setempat seribu sama dengan satu juta. Untuk oknum TNI seribu lima ratus sama dengan satu juta lima ratus ribu. Lalu ada juga untuk oknum Krimsus Polda seribu lima ratus sama dengan satu juta lima ratus ribu rupiah. Lalu untuk oknum Brimob juga satu ribu sama dengan satu juta.
Informasi yang beredar oknum Polres yang tukang jemput, salah seorang perwira (KBO) di Polres Solok Selatan. Oknum KBO Polres tersebut bahkan ada mengambil langsung uang koordinasi kepara penambang.
Artinya para penambang tanpa izin harus menyetorkan uang Rp. 9 juta / bulan setiap orang. Tentu pungli tersebut diduga di ketahui oleh atasannya masing – masing. Semua informasi dihimpun langsung oleh media ini. Pungli diatas baru satu lokasi berlaku untuk penambang manual yang membuat lobang di ladang mereka. Yang parahnya pembiaran lebih besar diberikan terhadap penambang yang memakai excavator. Karena koordinasi besar. Informasi satu eksavator Rp 15 sampai 25 juta per bulan. Sementara excavator yang beroperasi ratusan banyaknya. Dalam hal ilegal mining siapa yang harus disalahkan?
(Dn)