PT Supreme Energy Diduga Bermain dalam Pembebasan Lahan dan Penentuan Kontraktor

banner 120x600

Solok Selatan, ScMNews.id – Keberadaan proyek panas bumi tahap kedua di Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat, yang dikelola oleh PT Supreme Energy, menimbulkan sejumlah persoalan yang meresahkan masyarakat setempat.

Proyek vital negara ini awalnya menjadi harapan besar bagi masyarakat sekitar untuk peningkatan ekonomi lokal. Namun, di balik keberhasilannya, tersisa berbagai masalah, mulai dari ketimpangan pembebasan lahan hingga isu monopoli dalam pembagian proyek pengerjaan.

Proyek panas bumi tahap pertama yang menelan biaya sekitar Rp16 triliun telah rampung, dengan PT Supreme Energy melakukan penandatanganan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL) bersama PLN. Kini, proyek memasuki tahap kedua dengan anggaran mencapai Rp12 triliun.

Pembebasan lahan untuk proyek tahap kedua menjadi sorotan masyarakat. Diduga ada praktik manipulasi yang dilakukan oleh oknum perusahaan. Salah satu masalah utama adalah indikasi adanya nama-nama oknum perusahaan yang dimasukkan dalam daftar penerima ganti rugi. Hal ini menyebabkan nilai ganti rugi menjadi tidak adil dan merugikan pemilik lahan sebenarnya.

Bahkan, muncul kasus di mana lahan yang telah diganti rugi ternyata bukan milik penerima kompensasi. Pemilik asli kini menuntut ganti rugi ke perusahaan, memicu dugaan adanya permainan oknum perusahaan dengan pihak tertentu.

Selain itu, masyarakat mengeluhkan rendahnya nilai ganti rugi yang ditawarkan, jauh dari ekspektasi pemilik lahan. Proses negosiasi pun terkesan tidak transparan, dengan masyarakat sering merasa ditekan untuk menerima tawaran yang ada.

Tidak hanya pembebasan lahan, pembagian proyek pengerjaan juga menjadi keluhan masyarakat. Proyek-proyek besar hanya dikuasai oleh segelintir pihak, sementara perusahaan lokal yang memiliki kapasitas dianggap tidak mendapat kesempatan.

Rumor beredar bahwa kontraktor utama yang ditunjuk perusahaan harus tunduk dan melapor terlebih dahulu kepada perusahaan lokal tertentu sebelum memulai proyek. Kondisi ini membuat masyarakat sekitar merasa kehilangan peluang untuk meningkatkan taraf ekonomi mereka.

Meskipun PT Supreme Energy telah berada di Solok Selatan selama lebih dari satu dekade, masyarakat adat mengaku belum merasakan perhatian yang cukup terhadap pelestarian budaya lokal. Padahal, keberadaan perusahaan besar ini seharusnya menjadi katalis untuk pembangunan masyarakat secara menyeluruh, termasuk aspek sosial dan budaya.

Proses pembebasan lahan yang menimbulkan banyak polemik ini juga dianggap melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2023 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021. Dalam aturan tersebut, bentuk ganti rugi dapat berupa uang, tanah pengganti, pemukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disepakati oleh kedua belah pihak. Namun, masyarakat merasa apa yang dilakukan oleh oknum perusahaan jauh dari prinsip keadilan yang diatur dalam regulasi tersebut.

Masyarakat Solok Selatan berharap PT Supreme Energy pusat segera mengambil tindakan tegas terhadap dugaan permainan oknum di daerah. Transparansi, keadilan, dan kepedulian terhadap masyarakat lokal menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan dan citra perusahaan di mata publik.

Selain itu, masyarakat meminta pemerintah daerah dan instansi terkait untuk mengawasi secara ketat jalannya proyek ini, terutama dalam hal pembebasan lahan dan pembagian proyek pengerjaan, agar manfaat proyek panas bumi ini benar-benar dirasakan oleh masyarakat sekitar.

Tim

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *